Senin, 29 Maret 2010

PERMASALAHAN TATA RUANG KOTA DI INDONESIA

PENDAHULUAN


Kota dari dulu hingga saat ini selalu berusaha dan berbenah diri menyangkut kemajuan wilayahnya. Salah satu bentuknya adalah dengan berusaha memperbaiki sistem dan infrakstruktur kota dalam rangka menciptakan kenyamanan bagi masyarakat yang bertempat tinggal di dalamnya. Contoh nyatanya adalah menyediakan ruang permukiman yang nyaman, jaringan jalan dan transportasi yang teratur, berbagai fasilitas umum yang dapat melayani masyarakat, pelayanan kebersihan, air minum, instalasi air limbah, penyediaan energi, dan jaringan telekomunikasi.
Kota juga menjaga kualitas dan kelestarian lingkungan, membangun ruang yang bersih dan sehat, bebas pencemaran dan gangguan lain sehingga menciptaan kenyamanan bagi masyarakat. Pada hakekatnya lokasi pusat kegiatan ekonomi terdapat di kawasan-kawasan perkotaan. Untuk dapat mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya, maka kawasan perkotaan perlu dikelola secara optimal melalui penataan ruang.
Kota yang baik menyediakan ruang, sarana dan prasarana agar warga kotanya dapat bekerja, berpenghasilan layak dan membangun masa depan yang lebih baik. Kota menyediakan ruang bagi semua secara adil dan rasional, mencegah ketimpangan dan penggunaan yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek. Selain itu kota juga menyediakan sarana dan ruang-ruang kegiatan ekonomi menggali, mengolah, dan mengelola sumberdaya, manufacturing, perdagangan, perbankan, dan jasa-jasa. Usaha besar, menengah, kecil semua perlu dikembangkan untuk mendukung dan memajukan suatu kota. Usaha formal maupun informal perlu mendapat ruang yang luas dan baik dalam mengekspresikan kegiatanya agar tidak mendapat batasan-batasan yang dapat mengekang dan meruntuhkan usaha itu sendiri. Kota harus menyediakan sarana dan ruang-ruang kehidupan yang memungkinkan warganya mengembangkan kehidupan yang berkualitas, harmonis, dan beradab. Semua ini sering terlupakan (terabaikan) jika kita hanya melihat ukuran-ukuran fisik kebendaan. Sebagai salah satu proses kegiatan penataan ruang, penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan perlu diselenggarakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah. Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkotaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi dan sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan. Disadari bahwa berbagai macam usaha pembangunan di kota telah dilaksanakan di Indonesia selama ini. Namun secara umum diketahui pula bahwa di balik hasil pembangunan fisik kota yang menunjang kesejahteraan masyarakat, tidak sedikit pula dampak pembangunan yang dirasa merugikan kehidupan (fisik dan psikis) masyarakat. Salah satu dampaknya adalah banjir, yang terjadi karena tersumbatnya saluran drainase oleh sampah, galian-galian pipa dan kabel yang tidak kunjung selesai. Itu semua akibat pembangunan yang dilaksanakan tidak secara terpadu antara satu sektor dengan sektor lainnya. Secara spesifik, banjir terjadi karena ada selisih positif antara jumlah air yang turun ke bumi dengan jumlah air yang diserap dan dialirkan melalui jalur-jalur yang dikhususkan baginya pada suatu wilayah dan waktu tertentu. Selisih ini mengalir atau menggenang di tempat-tempat yang tidak dimaksudkan untuknya. Saluran penampung hujan dengan parameter beban tertentu masih belum tentu menjawab persoalan banjir. Akan tetapi semua dapat terjawab bila kemampuan suatu wilayah mampu mengalirkan dan menyerap air secara seimbang. Dan yang menentukan ini adalah manusia, bukan alam. Itu berarti kita memerlukan penataan yang harmonis dengan tetap menjaga keseimbangan. Banjir dapat dihindari, sejauh penataan tadi memberi ruang untuk suatu sistem menyerap dan mengalirkan air sedemikian, sehingga tidak terjadi selisih positif yang liar. Meski terkesan subyektif, di lain pihak, pembangunan sebuah kota dengan ragam persoalan pun benar-benar tidak gampang. Dari sekian permasalahan yang dihadapi, kita mengambil contoh sederhana soal pembangunan rumah toko dan rumah tinggal, yang seakan tidak lagi mencerminkan tata dan keindahan kota. Jalur yang harus digunakan untuk kawasan hijau, tetapi toh kerap dilanggar. Peruntukannya diutak-atik sesuai selera pengembang.
Saat kita mulai menata lagi, persoalan baru timbul dan jauh lebih rumit.
Selain ruko, kita juga banyak menyaksikan sendiri rumah-rumah yang lokasinya dekat dengan bantaran sungai, dengan akibat yang dapat merugikan penghuninya. Yang membuat kita ikut bersedih adalah lemahnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Contoh sederhananya, sudah jelas tertulis dilarang membuang sampah, tetapi toh di lokasi itu tetap penuh tumpukan sampah. Bukan hanya di kawasan tertentu di jalan, tetapi juga di sungai pun sampah tetap menggunung.
Fenomena ini terus berlangsung seakan sudah menjadi hal yang rutin. Seakan pada akhirnya persoalannya dari itu ke itu juga. Dicari solusi terbaik, esok harinya, muncul persoalan baru, yang berpangkal tidak adanya keseriusan dan kesadaran masyarakat untuk misalnya menjaga lingkungan. Penataannya perlu didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan alam, perkembangan kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta tuntutan kebutuhan peri kehidupan saat ini dan kelestarian lingkungan hidup di masa yang akan datang.

PEMBAHASAN

Pengertian Tata Ruang
Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Karakteristik Kota
Kota di deskripsikan sebagai suatu wilayah yang sangat maju, berkembang dengan pesat, dan sangat modern dimana di dalamnya terdapat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.Masyarakatnya rata-rata bekerja di sektor non agraris seperti pengusaha, wirausaha, pekerja kantoran, swasta, pegawai negri sipil.
1.Menurut Bintarto
Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.
2. Menurut Arnold Tonybee
Sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kota menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.
3. Menurut Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar local.
4. Menurut Louis Wirth
Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanent, dihuni oleh orang-orang yang hetrogen kedudukan sosialnya.
5. Secara Umum
Kota merupakan tempat bermukim warga kota , tempat bekerja tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintahan dsb.
6. Berdasarkan istilah
Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, social, ekonomi, budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah kota.
7. Menurut UU No 22/ 1999 tentang otonomi daerah
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social dan keegiatan ekonomi.
8. Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980
Kota adalah suatu wadah yang memiliki batasaan administrasi wilayah seperti kotamadia dan kota administratif. Kota juga berarati suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris , miiiissalnya ibukota kabupaen, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.
Ciri-ciri kota
1. Menurut Lowrey ( ada 14 ciri- ciri kota)
a. Mata pencaharian : Non agraris heterogen
b. Ruang kerja : Tertutup
c. Musim/ cuaca/ iklim : Tidak beegitu penting
d. Keahlian/ ketrampilan : Spesialis dan mengelompok
e. Rumah dengan tempat kerja : Jauh – terpisah
f. Kepadatan penduduk : Tinggi
g. Kepadatan rumah : Tinggi
h. Kontak social : Frequensi tingggj
i. Kontrol social : Adat/ tradisi tidak berpengaruh besar
j. Sifat masyarakat : individual
k. Mobilitas penduduk : Tinggi
l. Sistem sosial: Tidak stabil

TUJUAN TATA RUANG

Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:
1. Perumahan dan permukiman
2. Perdagangan dan jasa
3. Industri
4. Pendidikan
5. Perkantoran dan jasa
6. Terminal
7. Wisata dan taman rekreasi
8. Pertanian dan perkebunan
9. Tempat pemakaman umum
10. Tempat pembuangan sampah
Penataan ruang merupakan proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karenanya dalam proses penataan ruang, perlu direncanakan dengan sangat matang dan berpedoman pada beberapa aturan diantaranya ialah berorientasi pada masa depan,dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat dengan baik, tidak merusak lingkungan dan dapat menyediakan ruang terbuka hijau yang sangat cukup untuk keseimbangan ekosistem lingkungan. Jadi, dalam penataan ruang, tidak terbatas pada konsep dan proses perencanaan saja tetapi juga harus diimplementasikan dalam suatu bentuk nyata yang dapat bermanfaat dan tidak merugikan semua pihak, baik manusiaitu sendiri maupun lingkungan tempat mereka tinggal agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tujuan penataan ruang wilayah. Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkoaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.
Tujuan Penataan Ruang di Indonesia antara lain adalah :
• Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya lingkungan.
• Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan.
• Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
• Mewujudkan keseimbangan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan memperhatikan faktor lingkungan.
• Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
• Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

Masalah Tata Ruang di Indonesia
Saat ini, permasalahan tata ruang di indonesia yang semakin menumpuk disadari atau tidak akan membuat menurunnya kualitas tata ruang itu sendiri. Berbagai macam pembangunan gedung-gedung megah, apartemen, pusat perbelanjaan, pemukiman maupun fasilitas pendidikan tidak selalu membawa keuntungan bagi masyarakat, bahkan banyak yang merugikan masyarakat. Menurunnya kualitas tata ruang akibat menyusutnya ruang terbuka hijau, kemacetan lalu lintas yang semakin memburuk, merebaknya pedagang kaki lima yang kurang tertib, mall-mall yang tumbuhnya tidak terkendali, kerawanan pangan akibat lahan pertanian beralih fungsi, adalah beberapa contoh situasi yang saat ini dihadapi kota-kota di Indonesia. Berkurangnya lahan pertanian subur di sepanjang jalur transportasi, banjir-banjir lokal karena tersumbatnya saluran drainase oleh sampah, galian-galian pipa dan kabel yang tidak kunjung selesai dan lain-lain yang semua itu sebagai akibat pembangunan yang dilaksanakan tidak secara terpadu antara satu sektor dengan sektor lainnya. Di samping itu izin pembangunan yang direkomendasikan Pemerintah Daerah sering tidak terpadu dengan peraturan daerah yang telah ditetapkan. Seperti daerah hijau (sebagai penyangga) diijinkan untuk daerah permukiman. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan bahwa di daerah perkotaan (khususnya di kota-kota besar) terjadi penurunan persentase rumah tangga terhadap rasa aman dari tindak kejahatan, peningkatan jumlah pengangguran dan jumlah kriminalitas oleh kelompok pemuda. Keadaan yang demikian ini semakin meningkat pada akhir-akhir ini, terutama disebabkan oleh kondisi perekonomian nasional yang semakin terpuruk, yang berakibat begitu besarnya pemutusan hubungan kerja (PHK), perkelahian antar kelompok preman, dan terhentinya pelaksanaan proyek-proyek besar.
Ternyata banyak pemerintah daerah melupakan kewajibannya untuk melakukan penataan dan pengendalian atas pemanfaatan ruang untuk kepentingan jangka panjang. Dalam kaitan dengan itu, banyak kritikan ditujukan kepada para penata kota (planner), bahwa perencanaan kota yang mereka buat tidak memberikan perubahan apapun pada kondisi kota-kota yang sedang mengalami penurunan kualitas itu. Bukan hanya itu, para penata kota bahkan dilihat sebagai destroyer dari kekacauan yang ada.
Perencanaan pembangunan perkotaan di Indonesia
Kiranya pemerintah telah menyadari bahwa perencanaan itu mahal. Namun lebih mahal lagi adalah pembangunan tanpa perencanaan. Hal ini terasa sekali pada pembangunan kota. Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah. Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah selain kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi, juga kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota. Dari hal-hal terurai di atas dapat dikatakan bahwa penetapan peraturan daerah tentang rencana tata ruang kota hanyalah sekedar formalitas, sesuai dengan ketentuan peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi mulai dari proses penyusunan, sampai dengan implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh peraturan dasarnya. Namun dengan tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang kota ini menunjukkan pula adanya ketidakpastian dari rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan sebagai peraturan daerah tersebut.

Desentralisasi dan penataan ruang
Desentralisasi telah menyerahkan banyak kewenangan termasuk dalam penataan kota kepada pemerintah daerah. Selain memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, suatu daerah biasanya juga akan menyusun apa yang dikenal sebagai Rencana Detil Tata Ruang Kota yang lebih rinci, yang mengatur guna lahan, intensitas bangunan, dan prasarana lingkungan. Untuk bisa dilaksanakan dengan baik, dokumen ini semestinya disertai pula dengan aturan yang lengkap yang disebut Peraturan Zonasi. Peraturan Zonasi adalah perangkat aturan pada skala blok yang sudah umum digunakan di negara maju dan sangat bermanfaat untuk mengendalikan pembangunan kota secara efektif. Peraturan Zonasi menetapkan jenis-jenis penggunaan lahan, intensitas dan kepadatan bangunan yang diperbolehkan, tinggi, sempadan dan luas minimum persil, persyaratan fasilitas minimum yang harus disediakan seperti parkir, serta berbagai aturan tambahan yang menyangkut estetika seperti pengaturan media reklame. Berbagai dokumen penataan kota di atas memang disusun oleh para penata kota dan biasanya produk itu akan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), dan dengan demikian akan mengikat Pemerintah Daerah maupun masyarakat serta dilengkapi dengan komponen sanksi bagi siapa yang melanggarnya.
Ada beberapa kondisi yang menjadi pra-syarat untuk mewujudkan penataan kota yang baik, yang sulit ditemui pada praktik penataan kota-kota di Indonesia saat ini.
Pertama, aparat pemerintah yang akan mengambil keputusan hendaknya memahami peraturan tata ruang. Masalah yang sekarang banyak dihadapi oleh kota-kota di Indonesia adalah, tidak saja banyak aparat pemerintah yang belum memahami aturan ini, bahkan banyak kota-kota yang belum memiliki peraturan dengan lengkap. Lebih jauh lagi, banyak dari mereka yang juga belum mengetahui bagaimana cara menyusun peraturan tata ruang yang baik. Tidak semua daerah sudah memiliki planner yang profesional dalam jajaran birokrasinya. Kalaupun ada penata kota, mereka bisa jadi diberi tugas dan ditempatkan di instansi yang tidak sesuai dengan kompetensinya.
Kedua, pemerintah daerah bersama stakeholders lain perlu menjaga agar peraturan tata ruang ini diterapkan dengan konsisten. Keputusan-keputusan penting tentang ruang, seperti juga keputusan tentang uang (APBD) adalah keputusan politik. Tidak mengherankan jika banyak intervensi dari kepala daerah, politisi, maupun investor dalam pengambilan keputusan tentang ruang. Mekanisme pemberian perizinan, yang pada hakekatnya adalah upaya untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, justru menjadi media untuk memberikan keleluasaan pada pihak tertentu yang diberi izin untuk melanggar penataan ruang.
Ketiga, adanya pengawasan masyarakat dan penertiban terhadap pelanggaran yang terjadi. Sebetulnya di beberapa daerah berbagai komponen civil society seperti akademisi, seniman dan budayawan, mahasiswa, aktivis, bahkan jurnalis dari media massa sudah sangat aktif bersuara manakala mereka menemukan adanya indikasi pelanggaran tata ruang. Namun kenyataannya peran masyarakat serupa ini tidak memiliki legitimasi yang kuat dan tidak cukup berpengaruh untuk mengubah kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah kota.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pihak pemerintah untuk memperbaiki kualitas penataan ruang di indonesia diantaranya :
1. Merubah dari perencanaan fisik, seperti yang seperti sekarang dilakukan menjadi perencanaan sosial. Dengan perubahan pola pikir dan kondisi masyarakat, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan lahan akan meningkat. Advocacy planning sangat diperlukan demi kepentingan masyarakat, demi terakomodasikannya aspirasi masyarakat. Memang Advocacy Planning dirasa lebih mahal. Namun lebih mahal lagi perencanaan yang tidak efektif maupun pembangunan yang tanpa perencanaan. Advocacy planning dapat diterapkan pula pada pembahasan oleh anggota DPRD. Dalam hal ini konsultan memberikan masukan-masukan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan rencana sebagai Peraturan Daerah (Perda) tentang Tata Ruang Kota.
2. Merubah kebijaksanaan top down menjadi bottom up karena top down merupakan sumber korupsi dan kolusi bagi pihak-pihak yang terlibat. Sering kali propyek-proyek model top down dari pusat kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Aspirasi dari masyarakat tidak terakomodasikan di dalam ketetapan rencana tata ruang kota. Para wakil masyarakat yang diundang dalam seminar, seperti: Kepala Kelurahan / Desa, Ketua LKMD setempat selain kurang berwawasan terhadap perencanaan makro, juga dapat dikatakan sebagai kepanjangan tangan pemerintah.
3. Comprehensive Planning lebih tepat dari pada sectoral planning. Comprehensive Planning sebagai perencanaan makro untuk jangka panjang bagi masyarakat di negara sedang berkembang (dengan dinamika masyarakat yang begitu besar) dirasa kurang sesuai. Akibatnya perencanaan tersebut tidak/kurang efektif, dengan begitu banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik disengaja maupun tidak. Perencanaan sektoral merupakan perencanaan terhadap sektor-sektor yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dalam waktu mendesak.
4. Berkomunikasi secara aktif dengan para pakar secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sangat diperlukan di dalam proses penyusunan tata ruang kota. Komisi Perencanaan Kota (sebagaimana diterapkan di Amerika Serikat) kiranya perlu diterapkan pula di Indonesia. Hal ini didasari bahwa permasalahan perkotaan merupakan permasalahan yang sangat komplek, tidak hanya permasalahan ruang saja, tetapi menyangkut pula aspek-aspek: ekonomi, sosial, budaya, hukum dan lain sebagainya.
5. Merubah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tanah, lahan, dan ruang khususnya di perkotaan menjadi lebih berorientasi pada kepentingan dan perlindungan rakyat kecil. Lembaga magersari dan bagi hasil yang oleh UUPA dihapus perlu dihidupkan kembali (sebagaimana disarankan Eko Budihardjo). Penataan lahan melalui Land Consolidation, Land Sharing, dan Land Readjustment perlu ditingkatkan.
6. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan men-jadi Peraturan Daerah, perlu ditindak-lanjuti dengan implementasinya, menjadi acuan dalam penyusunan program-program kegiatan pembangunan, dan tidak sekedar menjadi penghuni perpustakaan Bappeda.

PENUTUP


Simpulan
Dalam merencanakan sebuah kota,seorang planner harus memikirkanya dengan sangat matang dan penuh perhitungan yang sangat cermat agar tidak memunculkan sejumlah problema tata ruang di masa depan. Planner harus mempertimbangkan beberapa aspek penting, diantaranya berorientasi pada masa depan, menyeimbangkan antara sumber daya alam dan manusia, mengutamakan sektor publik tanpa mengganggu lingkungan dan tetap menyediakan area ruang terbuka hijau yang sangat bermanfaat banyak untuk menyeimbangkan kondisi kota dengan lingkunganya. Jadi, dalam penataan ruang, tidak terbatas pada konsep dan proses perencanaan saja tetapi juga harus diimplementasikan dalam suatu bentuk nyata yang dapat bermanfaat dan tidak merugikan semua pihak, baik manusia itu sendiri maupun lingkungan tempat mereka tinggal agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tujuan penataan ruang wilayah. Selain itu juga agar kota yang ditinggali menjadi sangat nyaman dan tidak menyisakan sejumlah masalah. Tidak itu saja, pemerintah pusat, daerah maupun masyarakat juga harus bekerjasama dengan planner untuk mewujudkan kota yang dicita-citakan oleh semua pihak. pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah. Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah selain kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi, juga kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota. Karena permasalahan tentang tata ruang kota yang banyak terjadi akhir-akhir ini lebih banyak disebabkan oleh pemerintah yang kurang tegas dalam mengatur dan menerapkan berbagai macam kebijakan tata ruang kota.
Saran
Dalam menata sebuah kota, seorang planner maupun pemerintah harus bekerjasama dengan baik. Harus mempertimbangkan beberapa aspek-aspek penting agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, diantaranya berorientasi pada masa depan, memberikan fasilitas dan kenyamanan kepada masyarakat, dan tetap menyediakan ruang terbuka hijau yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan sebuah kota. Pemerintah juga harus tegas dalam mengatur dan menerapkan berbagai macam kebijakan tata ruang kota agar tercipta sebuah kota yang sangat kondusif serta nyaman untuk ditinggali.







Daftar pustaka

Sujarto,D.1992.Wawasan Tata Ruang.Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota.Edisi Khusus Juli 1992.
Budiharjo,E.(1992).Tata Ruang dan Pola Perkembangan Kota di Indonesia. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota.Edisi Khusus Juli 1992.
http://analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15355:saatnya-mereformasi-rencana-tata-ruang-kota-&catid=298:16-mei-2009&Itemid=216
Siswanda,H.2008. Menata Ruang Untuk Semua,http://hetifah.com/artikel/menata-ruang-untuk-semua.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_ruang
wikantika.2008.Tujuan Penataan Ruang di Indonesia,http://wikantika.wordpress.com/2008/05/12/tujuan-penataan-ruang-di-indonesia/

1 komentar: